Senin, 07 Maret 2011

bingkisan mutiara cinta untuk (calon anakku) dalam lamunan mendung.

Untukmu anandaku sayang...
kutulis surat ini saat ananda belum terlahir,
bahkan ketika bunda belum memiliki seorang laki-laki  yang mampu membimbing dan mengajarkanmu sebuah arti hidup yg akan menjadi pintu bagimu untuk masuki bumi Allah.
Tertulis surat ini pula, sebagai salah satu ungkapan cinta dari seorang wanita yang ingin menjauhkan diri dan keluarganya kelak dari dahsyatnya kobaran api neraka yang hitam pekat menyembur.
Seorang wanita yang yang ingin menjaga kesucian anak-anaknya dengan sinaran kesholehan yang mampu kau pancarkan dari akhlakmu anandaku sayang.

Anandaku tercinta, seperti proses penciptaan manusia pada umumnya, ananda akan tercipta dari sari pati tanah.
Allah jadikan ananda sebagai nutfah dalam rahimku.
Ananda pun menjelma menjadi segumpal darah.
Selanjutnya menjadi segumpal daging.
Allah membalut tulang-tulang ananda dengan daging.
Terbentuklah ananda dalam wujud berbeda.
Tibalah saatnya malaikat (atas kehendak dan perintah Allah) meniupkan ruh bagi raga ananda agar menjadi manusia seutuhnya.[1]

Anandaku tersayang.
Akan tiba saatnya ananda terlahir dan dapat menatap indahnya dunia.
Dimana benih dari cinta bunda dan dia yg membuatmu ada.
Dialah yang kemudian ananda panggil dengan sapaan “Ayah” secara naluri.
Dialah yang akan menjadi seorang Raja yang akan membantuku mengarahkan bahtera kita menuju surga Allah.
Untuk itu anandaku, aku berjanji, laki-laki yang penuh takwa nan berilmu syar’i lah yang akan kupilih menjadi kekasih hati.
Seorang laki-laki yang mampu membangun keturunan yang sholeh.

Kelak, ananda tercinta, kau akan ramaikan bumi ini atas kehendak Allah.
Berbahagia dan begitu bersyukurnya kami kepada Allah sekiranya Allah benar-benar titipkan ananda untuk kami.
Ananda yang kusayang.....
Adalah cinta dari Allah akan mempercintakan kita di atas agama tauhid ini.
Adalah cinta dari Allah akan menjadikan ananda permata hati yang istimewa.
Adalah cinta dari Allah akan menggelorakan letupan-letupan cinta kami pada kalian dan cinta kalian pada kami.
Dengan cinta-Nya pula, ananda akan memekarkan kuncup-kuncup bahagia di beranda rumah.

Akan ada sejuta kebanggaan yang menyemburat dalam jiwa ketika kalian bercanda dan bermain bersama kami.
Ada tawa pengikis lelah setelah kami berterik mentari di arena kehidupan.
Ada senyum merona yang tersungging di bibir kami setelah bergelut dan berkutat dengan pekerjaan rumah.


Maukah ananda sekiranya, Allah mudahkan surga untuk ananda?
Maukah ananda sekiranya malaikat membuka sayapnya lalu mengepakkannya untuk ananda karena ridho dengan ananda?
Maukah ananda sekiranya seluruh makhluk yang ada di langit dan bumi hingga ikan di dasar air mendo’akan ananda ampunan?
Tak inginkah ananda berada di salah satu taman-taman surga?
Tak inginkah ananda sekiranya Allah menyanjung ananda diantara para malaikat?
Maukah ananda mendapat keutamaan bagai keutamaan bulan diantara seluruh bintang?
Jawabannya adalah dengan menorehkan tinta di majelis ilmu….

>>Bunda akan mengisahkan sebuah kisah untukmu.
"Ananda, kudapati seorang anak kecil berumur 10 tahun dengan penuh harapan dan semangat yang membara berucap kepada ibunya, ”apakah aku boleh pergi guna memburu ilmu? Insya Allah setelah sholat subuh nanti aku mau pergi untuk keluar menuntut ilmu (syar’i).” Alangkah bahagianya sang ibu mendengar permintaan sang buah hati. Sang ibu pun berkata, kemarilah anakku, pakailah pakaian ilmu.”

Lalu sang ibu menggantikan pakaian putranya dengan pakaian indah berwarna kecoklat-coklatan, memasang dan mengikatkan surban di kepalanya dengan penuh sentuhan keimanan, menaburkan parfum yang harum semerbak dengan harapan kelak sang anak akan menebarkan wewangian ilmu yang diperolehnya. Lalu dengan penuh sedih sang ibu berkata, ”pergilah anakku dan burulah ilmu.” Lalu sang anak belia itupun keluar demi mencari kebenaran dengan semangat yang tak pernah padam dan menemui 900 ulama di masanya. Subhanallah. Itulah jiwa yang selalu haus ilmu.
Tahukah engkau siapakah si kecil belia? Dialah imam Malik bin Anas bin Malik bin Amir[2], salah seorang imam madzhab penyusun kitab hadits al-Muwaththa’ yang beredar luas di kalangan penuntut ilmu dan disusun selama 40 tahun. Sang imam menapaki ilmu di waktu kecil dengan menggantikan kemalasan dengan kesungguhan, mengisi waktu dengan bercanda bersama ilmu lalu meneguk saripatinya.
Dan kepadamu wahai anandaku, pahlawanku, kesatriaku, bungaku, jadilah engkau seperti mereka.
Jadilah engkau seperti mereka. ..

Slam sayang dari bunda (wanita akhir zaman, yang brusaha mnjagamu)

[1] Proses dalam kandungan ini berdasarkan QS. Al-mukminun ayat 14 beserta hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud. Lihat kitab Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli (edisi terjemahan) oleh Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Penerbit al-I’tishom hal. 30.
[2] Lihat Kaifa Tashna’ Thiflan Mubdi’an (edisi terjemahan) oleh Syaikh Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi, penerbit eLBA, hal. 285-290

Tidak ada komentar:

Posting Komentar